Jumlah Penduduk Lanjut Usia Membengkak!
Dunia berubah dengan cepat. Teknologi pun berkembang dengan pesat. Perkembangan teknologi yang cepat tentunya menimbulkan perubahan yang cepat pula. Perubahan-perubahan tersebutlah yang menjadi tantangan, lebih tepatnya tantangan di masa depan.Apa itu tantangan di masa depan? Tantangan di masa depan adalah permasalahan atau hal yang akan kita hadapi di masa mendatang, tetapi abstrak. Maksud dari abstrak ialah permasalahan atau hal tersebut tidaklah diketahui akan seperti apa datangnya. Tantangan di masa depan memiliki empat sifat, yaitu volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity. Ada banyak sekali tantangan di masa depan dan saya akan membahas salah satunya, yaitu peningkatan jumlah penduduk lanjut usia. Permasalahan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia ini sangat mencerminkan sifat tantangan masa depan. Akan saya jelaskan mengapa saya berpendapat seperti itu.
Manusia tentu terus melakukan reproduksi dan berkembang. Tak jarang dari mereka yang bertahan hidup hingga usia yang cukup lama. Pernahkah terpikirkan apa dampak dari penambahan populasi yang terus-menerus tersebut? Saya yakin banyak masyarakat yang telah menyadari dampak-dampak tersebut. Salah satu dampaknya adalah melonjaknya jumlah penduduk lanjut usia. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia pasti akan berpengaruh pada angka persentasenya. Angka itu pun cenderung berubah-ubah atau fluktuatif. Mari simak data berikut!
Data di samping menunjukkan peningkatan persentase penduduk lanjut usia dihitung dari 2016 ke 2019. Persentase tersebut meningkat sebanyak 1,17 persen. Lantas apa masalahnya bila jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat? Bukankah hal itu menunjukkan bahwa negara berhasil menyediakan sarana dan prasarana serta pelayanan yang baik terhadap kesehatan penduduknya? Hal tersebut tidaklah salah. Namun, bagaimana dengan perekonomian?
Mari kita lihat peningkatan jumlah penduduk lanjut usia ini melalui sudut pandang ekonomi. Dari sudut ekonomi, akan lebih menguntungkan jika jumlah kelompok produktif lebih besar daripada kelompok tidak produktif. Mengapa bisa begitu? Ada yang dinamakan Rasio Ketergantungan (Defendency Ratio). Rasio Ketergantungan (Defendency Ratio) adalah perbandingan antara jumlah penduduk umur 0–14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun ke atas (keduanya disebut dengan bukan angkatan kerja) dibandingkan dengan jumlah pendduk usia 15–64 tahun (angkatan kerja). Rasio ketergantungan dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara apakah tergolong negara maju atau negara yang sedang berkembang. Rasio ketergantungan merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tingginya persentase rasio ketergantungan menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase rasio ketergantungan yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Mari lihat grafik di bawah ini!
Melalui grafik tersebut dapat dilihat bahwa angka rasio ketergantungan terus meningkat. Lantas apa yang akan terjadi jika angka tersebut meningkat? Tentunya perekonomian negara akan digerogoti terus-menerus. Semakin berat beban masyarakat usia produktif. Begitu perekonomian menurun, pasti bidang-bidang lain pun akan ikut terpengaruh karena perekonomian negara adalah salah satu pilar penunjang kehidupan kemasyarakatan. Ternyata persoalan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia akan berdampak dan berkaitan dengan hal-hal lainnya dan akhirnya akan menimbulkan suatu kondisi yang kompleks.
Kemudian, bagaimana tanggapan terhadap isu ini? Dalam perspektif demografi dan ekonomi, meningkatnya proporsi warga lanjut usia bisa dipandang dari dua perspektif yang berbeda. Perspektif pertama beranggapan semakin besar jumlah lanjut usia berarti semakin besar tingkat ketergantungan kelompok usia tidak produktif terhadap yang produktif (rasio ketergantungan). Akan tetapi, sudut pandang yang lebih optimistis mengatakan tidak semua warga lansia otomatis menjadi kelompok yang tergantung. Sekarang semakin banyak warga lansia yang masih produktif dan mandiri. Selain itu juga, kualitas kesehatan suatu negara dapat dilihat dari harapan hidupnya. Nah, perbedaan perspektif seerti inilah yang menimbulkan ketidak pastian dan ambiguitas.
Demi menghadapi tantangan ini tentu harus dilakukan sesuatu untuk menghadapinya. Hal apa yang dapat dilakukan? Menurut saya, pemuda dan pemudi dari sekarang sudah harus mulai merubah targetnya. Kebanyakan dari fresh graduate memiliki target untuk bekerja di perusahaan A, B, atau lainnya. Mengapa tidak kita berupaya untuk menciptakan lapangan kerja baru agar kelompok produktif mendapat lebih banyak peluang dan kesempatan untuk bekerja dan bisa mengimbangi rasio ketergantungan yang terus bertambah. Kita harus bisa memiliki growth mindset agar setiap strength yang ada dalam diri kita dapat dipergunakan untuk peka terhadap lingkungan sekitar. Kemudian, kita mampu membuat keputusan yang solutif dan direalisasikan.
#TantanganMasaDepan #DuniaVUCA #OSKMITB2020 #TerangKembali
Nasya Aliyah S.M.
NIM 16920248
Keluarga OSKM 220
Sumber pustaka :
https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/95
https://mediaindonesia.com/read/detail/214231-manula-produktif-dan-bonus-demografi-kedua